Cerita Sex Ku Telat Bayar Kontrakan
Cerita Sex Ku Telat Bayar Kontrakan. Berulangkali Sule menatap layar handphonenya, berharap ada balasan sms dariChika Rinta, istri Taulany, penghuni rumah kontrakannya. Namun, tetap saja NIHIL. Sama sekali tak ada respon darinya.
“Telatnya sudah mau dua bulan… ” Ucap Sule kesal, “Kalau tak segera ditagih, mau sampai kapan mereka akan menunggak…?” tambahnya lagi sambil berjalan menuju rumah Citra.
Sule, adalah seorang pria tengah baya beristri 3. Berusia 46 tahun yang tak lain adalah pemilik komplek rumah kontrakan tempat Citra, Seto dan beberapa tetangganya tinggal saat ini. Tubuhnya gemuk, kulitnya hitam, dengan tinggi rata-rata kebanyakan orang pribumi.
“Janjinya minggu depan… Preeeettt…. Ini sudah hampir lewat seminggu dari janjinya, eh belum juga memberi kabar….” Gerutunya di jalan, sambil berulang kali melihat layar handphonenya.
Memang, akhir-akhir ini sepertinya Marwan dan Citra sedang mengalami masalah ekonomi, namun bukan berarti hal itu bisa selalu dijadikan alasan buat menunggak bayar sewa kontrakan.
Kembali otak Pak Sule mengingat-ingat sosok Citra. Dari awal kepindahannya, wanita gemulai itu memang langsung menyita tempat di hatinya. Wajah cantiknya, senyum manisnya, suaranya yang lemah lembut membuatnya selalu betah jika berlama-lama main kerumahnya. Tubuhnya yang ramping, kulitnya yang mulus, ketiaknya yang tak berbulu dan aroma tubuhnya yang wangi, juga membuat dirinya tak ingin cepat-cepat meninggalkan rumahnya. Terlebih, ketika melihat ukuran payudara besarnya, wah bakal membuat celana dalam lelaki manapun menyempit. TETEK ITU BESAR SEKALI.
Namun , sayang sekali, Citra telah menikah. Menikah dengan Marwan, lelaki bermasa depan suram yang memiliki banyak hutang disana-sini. Seorang calo tanah yang tak pernah tahu kapan ia akan mendapatkan penghasilannya.
Sebenarnya, Citra tahu jika ia di sms oleh Pak Sule. Namun, karena Marwan belum juga memberikan hasil dari pekerjaannya, Citra sengaja tak membalas semua sms dari Pak Sule. “Toh, ujung-ujungnya, ntar juga ia bakal datang kerumah…” Batin Citra setiap kali Pak Sule sms.
Citra dan Marwan sudah tinggal cukup lama dikontrakan Pak Sule, dan selama itu pula ia jarang sekali telat. Entah kenapa, hanya akhir-akhir ini suaminya agak sedikit kesulitan untuk bisa menyediakan uang bayaran kontrakan tepat waktu. “Mungkin karena banyak sekali saingan sehingga mas Marwan sering kalah tender..” Pikir bijaknya lagi.
Dan memang benar, Pak Sule juga mengakui hal itu. Citra dan Marwan adalah pasangan yang cukup kooperatif dalam hal pembayaran. Oleh karena itu, mereka agak dijadikan sebagai anak mas olehnya. Berbeda dengan tetangga lainnya yang harus membayar, buat Citra dan Marwan hampir bisa mendapatkan semua fasilitas perumahan dengan tanpa menambah bayaran sepeserpun. AC, TV, Kulkas, semuanya ditambahkan oleh Pak Sule dengan gratis, walau pembayaran listriknya tetap diharuskan membayar.
“Tapi kalo misalnya Marwan tetap tak bisa bayar… Apa aku harus mengusir neng Citra ya..?” bimbang Pak Sule, “Istri Marwan itu terlalu cantik untuk dilewatkan begitu saja…”
Berulang kali, otak mesum Pak Sule memikirkan segala kemungkinan yang terjadi jika Marwan tak mampu membayar uang kontrakan. Bingung dan galau. Pak Marwan, yang walaupun sudah memiliki 3 orang istri, tetap saja selalu tergiur setiap kali ia berkunjung ke rumah Citra. Tak jarang, ia mencuri-curi pandang untuk sekedar menikmati kemolekan tubuh istri Marwan itu. Dan Citrapun Citra pun seolah mengerti jika Pak Sule sering melirik kepadanya, tetapi dia tidak begitu terlalu mempedulikan.
Bahkan akhir-akhir ini, supaya berhasi merajuk mood lelaki gemuk itu supaya mau memperlunak tagihan rumahnya, Citra semakin berani memamerkan bagian-bagian tubuhnya yang dapat mengundang hasrat birahi lelaki gemuk itu. Tak jarang, ketika Pak Sule melirik aurat-aurat tubuhnya, Citra balas menatap lirikan mesum Pak Sule sehingga akhirnya mereka berdua saling bertatapan.
“Cantik sekali tubuhmu Mbak… Andai aku bisa menjadi suamimu… ” Kata Pak Sule dalam hati sambil berulang kali menelan air ludah birahinya. Melihat tatapan matanya dibalas oleh Citra, Pak Sule hanya bisa tersenyum kecut.
Tak lama, Pak Sule tiba di pekarangan kompleknya. Dengan santai, ia berjalan sambil melihat-lihat komplek perumahannya. “itu dia, rumah wanita idamanku… rumah nomor 2 dari ujung…”
TOK TOK TOK
“Mbak Citra…? Mmbakkk…?” panggil Pak Sule.
Sepi. Tak terdengar kehidupan apapun.
“Padahal ini hari sabtu, seharusnya mereka ada dirumah…” Batin lelaki tua itu yang tahu jika sabtu minggu adalah hari libur kantor Citra. Namun setelah beberapa kal mencoba mengetuk pintu rumah citra namun sama sekali tak ada respon, ia mulai merasa putus asa,”Wah sia sia nih aku datang kesini… ”
TOK TOK TOK
“Mbaaaak….?” panggil Pak Sule lagi.
“Apa mungkin neng Citra ada dibelakang ya…?” Dengan ragu-ragu Pak Sule memutari rumah Citra, menuju pintu belakang dan mencoba mencoba mengetuk pintu lagi.
TOK TOK TOK
Tetap saja hening. Namun tak lama kemudian, terdengar suara Maryati, istri Sunarto, penghuni sebelah rumah kontrakan Citra berteriak dari samping rumahnya
“Eh Pak Sule… Nyariin mbak Citra ya…?”
“Iya bu Mar… Tahu nggak Mbak Citra pergi kemana…?”
“Kayanya sih tadi sedang pergi makan siang bareng Pak Utet….”
“Pak Utet…?”
“Iya… Pak Utet.. Ojek pribadi Mbak Citra…”
“Masuk sini aja pak… Tunggu di dalam rumah saya… Mbak Citra mungkin sebentar lagi pulang” ajak Maryati.
“Nggak apa-apa bu… Saya tunggu didepan saja” jawab Pak Sule kembali keteras rumah Citra.
Benar, Tidak begitu lama terlihat sebuah sepeda motor butut muncul dari ujung komplek, seorang lelaki tua membonceng wanita jelita.
“Busyet… Pakaiannya seksi sekali…” batin Pak Sule. Sambil melihat ke arah wanita itu tanpa mengedipkan mata.
Siang itu, Citra hanya mengenakan sebuah daster bali berkain katun tipis warna warni yang pendek. Saking pendeknya, bawahan dasternya tak mampu menutupi paha mulusnya dengan sempurna.
“Bentar ya pak saya mau turun… Tahan… Jangan digoyang-goyang motornya… Ntar saya jatuh…” Pinta Citra pada pak utet.
“Hak hak hak …. Kalo digoyang mah yang ada mah moncrot keluar neng… Bukan jatuh…” Balas Pak Utet mesum.
“Idih… maunya tuh moncrot terus… Khan barusan juga udah dapet… Ntar abis tuh peju…”
“Yaaa.. Namanya juga nafsu Neng… Pasti minta dikeluarin terus… Apalagi kalo maennya ama Neng Citra… Sampe nginep-nginep juga bapak mau neng..”
“Bener yaaaa… Awas aja kalo nanti tau-tau minta pulang…. Hihihi…”
“Nggak bakalan neng… hak hak hak….”
Beruntung, karena melihat sosok Citra lekat-lekat, Pak Sule tak mendengar perkataan mesum Citra dan Pak utet. Melihat Citra yang turun dari motor, Mata Pak Sule seolah mau lepas dari tempatnya. Selain itu, karena Citra menurunkan beberapa macam belanjaan dari motor, membuat ia berulang kali harus menundukkan badannya. Dan dari depan jaket kain Citra yang tak tertutup rapat, Payudara besar Citra seolah turut menyapanya. Payudara tanpa bra itu kelihatan bergoyang-goyang seiring gerakan Citra.
“Busetttt tuuh teteeeekkk…. pasti enak tuh kalo dikenyot-kenyot….”
“Ehem…. Pak Sule… ” Kaget Citra yang sama sekali tak menyadari jika diteras rumahnya ada bapak pemilik kontrakan, “Tumben Pak dateng kesini…” Selah Citra membuyarkan lamunan lelaki gemuk itu ketika melihat kearah payudaranya. rayuanjanda.com
“Eeh iya mbak…”
“Ada perlu apa ya…?” Sapa Citra berusaha sopan sambil melewati Pak Sule yang sedang duduk di bangku teras rumahnya, membuka rumah lalu mengambil air putih, suguhan ala kadarnya buat Pak Sule dan Pak Utet. Lagi-lagi, ketika Citra menyuguhkan air minum itu, Pak Sule melihat payudara Citra yang bergelantungan manja dari luar dasternya yang berleher rendah.
“Uuuhhh… Jadi ngaceng aku melihat tubuh semok ini…” ujar Pak Sule sambil membetulkan benda yang mulai mengeras diselakangannya.
Citra sebenarnya tahu jika maksud kedatangan Pak Sule adalah untuk menagih rumah , cuman demi menjaga hubungan baik mereka, tetap saja ia harus menyembunyikan wajah kurang menyenangkannya. Dan dari ekor matanya, ia juga tahu jika sedari awal tadi, Pak Sule tak henti-hentinya menatap mesum kearahnya.
“Silakan diminum pak… ” Kata Citra mempersilakan tamu-tamunya menikmati suguhan air putih sambil duduk di kursi teras diseberang kursi Pak Sule. Karena dasternya yang pendek, membuat paha putih mulus Citra kembali terlihat.
BACA JUGA : https://rayuanjanda.com/cerita-sex-ku-ngentot-dengan-karyawan-baru/
BACA JUGA : https://rayuanjanda.com/cerita-sex-ku-wanita-jilbab-haus-sex/
“Pak…?” Tanya Citra sambil melambai-lambaikan tangannya kewajah Pak Sule. Membuyarkan lamunannya yang sudah mulai absurd.
“Ehh.. Eh iya mbak… Begini…” kembali Pak Sule membetulkan selangkangannya. “Begini mbak Citra yang cantik… Maksud kedatangan saya kemari adalah… Sekedar Silaturahmi, sekaligus, ingin menagih janji mbak Citra….
“Oooo.. mau menagih duit kontrakan…?”
“Hehehe… Iya mbak… Berhubung si Srinah, tahu Srinah khan…?” Jelas Pak Sule sok akrab.
Citra menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Si Srinah, istri ketiga saya akan melahirkan, otomatis saya harus menyiapkan segala macam kebutuhan buat biaya lahiran…. Nah oleh sebab itu saya kemari…. ” Kata Pak Sule menjelaskan dengan meta jelalatan menatap lawan bicaranya. “…. Mau minta bayaran sewa rumah dua bulan kemaren…”
Lagi-lagi mata mesumnya melirik tajam kearah selangkangan Citra yang sedikit terbuka. Mencoba merekam setiap jengkal paha mulus itu di dalam benaknya.
“Ooohhh gitu ya pak… Sebenernya sih saya mau bayar… Cuman kok ya, saya masih belum ada duit yang bisa dibayarkan… ” Jelas Citra.
“Memangnya suami neng nggak pernah kasih duit…?”
“Ngasih sih pak… Cuman khan hanya buat hidup sehari-hari….”
“Lalu duit kontrakannya…?”
“Yaaah… boro-boro ngasih duit kontrakan pak… Wong buat makan aja kadang susah… Apalagi, akhir-akhir ini malah Mas Marwan juga jarang pulang..”
“Loooh…? Kok bisa jarang pulang….?”
“iya…”
“Berarti mbak Citra kesepian dong…” Celetuk Pak Sule berusaha melucu.
“Enggak juga sih pak.. Khan masih ada Pak Utet yang menemani…” Jawab Citra lagi sambil menujuk ke arah Pak Utet yang sedari tadi sibuk mengelapi motor bututnya. Pak utet yang merasa namanya dipanggil Citra segera menengok sambil tersenyum kearah Pak Sule.
“Mas Marwan masih sibuk dengan kerjaannya pak… jadi belum banyak bisa ngasih duit….”
“Masa kerja mulu tapi ga ngasih duit. Aneh..
“Ya gitu deh pak… Namanya juga pekerja lapangan.. Jadi ya jarang dirumah…”
“Lalu kira-kira kapan saya bisa dapet kepastian tanggal Mbak Citra bisa bayaran kontrakannya..?”
Tak menjawab, Citra hanya bisa menarik nafas panjang sambil menggelengkan kepalanya.
“Waaduuuhhh… Ya ngak bisa gitu juga mbak… Saya udah tidak bisa memberikan toleransi lagi mbak.. Mbak sudah menunggak duit kontrakan lebih dari dua bulan…. Otomatis kalo mbak nggak bisa mbayar, mbak harus angkat kaki dari rumah ini secepatnya….” Ancam Pak Sule.
“Ayolah pak…Saya mohon ya pak…”
“Nggak bisa Mbak… Orang yang mau nempatin rumah ini sudah banyak yang mengantri..”
“Janji deh pak… Beri saya waktu seminggu lagi…..”
“Hmmm… Gimana ya… Sebenarnya saya juga senang mbak… Rumah kontrakan saya ditempati oleh Mbak Citra yang cantik ini. Tapi kalo terus-terusan menunggak begini, bisa digoreng saya sama si Srinah dan istri-istri saya lainnya…”
“Saya bakal usahakan pak… Seminggu lagi mas Marwan pasti udah dapat duit buat bayar kontrakan kok… Percaya deh…”
“Kalo misalnya belum dapet duit juga…?”
Terdiam, citra tak mampu mengatakan apa-apa. Masalah ekonomi memang selalu menjadi masalah pelik buatnya. Terlebih saat ini, ia sudah tak memiliki barang berharga lagi. Dengan menarik nafas panjang, Citra menawarkan sebuah solusi yang tak mungkin dapat ditolak oleh Pak Sule. rayuanjanda.com
“Hhhmmm.. Kalo minggu depan saya masih belum bisa bayar duit kontrakan…” Citra menarik nafas lalu menghembuskan pelan, “Terserah bapak mau apakan saya…”
“Mau apakan gimana neng..?”
“Ya saya bersedia melakukan apapun pak… ”
“Apapun…? Termasuk…….”
Citra mengangguk. Mengiyakan. “Terserah bapak. Daripada saya harus tinggal dijalanan…”
Merasa percakapan antara pak Sule dan Citra mulai mengarah ke arah yang kurang jelas, pak Utet langsung turun tangan.
“Memangnya tagihan kontrakan Neng Citra berapa pak? ” Tanya Pak Utet dengan nada cukup lantang.
Pak Sule menatap tajam kearah Pak Utet dengan tatapan merendahkan. “Utangnya banyak pak… ” Jawab Pak Sule ketus.
“Sebanyak apa…?” Tanya Pak Utet lagi.
“Duit kontrakan rumah ini sebulannya 600 rebu… Ini mbak Citra sudah menunggak lebih dari dua bulan, dan sekarang mau masuk tagihan bulan ketiga…. ” Jelas Pak Sule, “Kenapa pak… Bapak mau bayarin…? Kaya sanggup saja….” Tambah Pak Sule melecehkan.
Sambil tersenyum, Pak Utet mengeluarkan beberapa lembar uang dari kantongnya. “Ini saya ada duit 400 rebu, buat sekedar jaminan….” Kata lelaki tua itu sambil menyodorkan gepokan uang receh pada pa Sule, “Santai saja pak… Neng Citra pasti bakal bayar kok….”
“Pak Utet… Gak usah repot repot pak…” cegah Citra sambil menahan tangan pak Utet mendekat ketubuh Pak Sule.
“Nggak apa-apa neng… Santai saja…” Ucap Pak Utet sambil tersenyum, “Ini pak terima saja uangnya…”
Dengan perasaan malu, Pak Sule segera menyembar semua uang receh dari tangan Pak Utet. Lalu, ia memperiksa lembara-lembaran uang itu sambil beberapa kali menerawang uang tersebut ke arah langit.
“Kampret… Gara-gara lelaki tua sialan, aku jadi gagal mendekati istri Marwan itu..” Gerutu Pak Sule sambil beranjak pergi ,” Okelah kalo begitu… Saya pergi dulu….” Tutup Pak Sule sembari langsung beranjak pergi menginggalkan Citra dan Pak Utet.
“Pak… Makasih ya… ” Ucap Citra sambil tak henti-hentinya tersenyum simpul. okewla.com
“Makasih apaan neng…?”
“Makasih udah mbantuin aku…. Seharusnya bapak nggak perlu ngelakuin itu semua… Aku yakin kok bentar lagi mas Marwan pulang bawa banyak duit….”
“Hak hak hak… Halaaah…Gausah dipikirin Neng..”
“Kalo gitu saya balas dengan MPPPFFF….”
Kecup Citra melahap habis bibir tebal Pak Utet, sambil menggiringnya masuk kedalam rumah.
“Semprul…Kakek-kakek kampret…..” Ucap Pak Sule berulang kali sambil menyeruput secangkir kopi panasnya yang sudah mulai dingin.
“Ada apa toh mas…? Kok mukanya kusut gitu…?” Tanya Limun, si pemilik warung kopi.
“Berantakan Munnn… Pokoknya… Berantakan…”
“Opone yang berantakan mas..?” tanya Limun lagi.
“Aku baru saja dipermalukan oleh tukang ojek jeleknya si Citra…?” Jelas Pak Sule.
“Dipermalukan…? Maksudnya…?”
“Iya… Gara-gara lelaki kerempeng itu, aku tak bisa mendekati si Citra….”
“Owalaaahh… Emangnya bapak naksir istri Mas Marwan itu ya….?” Tebak Limun.
“Kekekekekek…. Kenapa kamu…? Kaget…?” Tawa Pak Sule lagi, “Boleh donk aku perlihara wanita jelita itu… Toh dia sering diterlantarkan oleh suaminya… Bayangin, punya bini secantik Citra, ga bakalan aku bolehin jalan kemana-mana… Sepanjang hari kerjanya cuman…. Kekekekekek ….”
“Hahahaha… Ngimpi kowe mas….”
“Wah.. gara-gara mbayangin si Citra, aku jadi ngaceng… Udah-udah Mun… Berapa totalannya… Aku mau pulang ke istri-istriku saja kalo gitu….”
Segera saja, Limun menghitung semua pesanan Pak Sule, “Cuman lima belas ribu aja mas…”
“Eh… Mun… Sek sek… Handphone aku mana ya…?”
Sambil kebingungan, tiba-tiba ingatan Pak Sule kembali ke rumah Citra. Sepertinya handphone itu tertinggal disana. Pak Sule buru-buru membayar kopinya dan segera balik lagi kerumah Citra.
Tak berapa lama, Pak Sule sudah sampai didepan pintu pagar rumah Citra.
“Kok sepi ya…?” Kata Pak Sule sambil celingukan, “Tapi pintu depannya kok masih terbuka…?” Tambahnya lagi sambil celingukan.
“Nah itu dia Handphone aku…” Girang Pak Sule yang melihat telephon genggamnya masih berada di atas meja teras.
Tanpa mengetuk pintu pagar, Pak Sule masuk ke halaman rumah Citra, mengambil handphonenya lalu memasukkannya kedalam saku celana. Melihat pintu rumah yang melompong begitu saja, membuat keisengan pak Sule muncul. Ia ingin mencari tahu, istri Marwan yang cantik jelita itu sedang apa di cuaca yang panas seperti ini.
“Neng Cit….”
Tak sempt menyelesaikan panggilannya, mata Pak Sule seketika itu langsung melotot. Terbelalak lebar menatap pemandangan dibalik pintu ruang tamu. Nampak, kedua insan yang bertelanjang bulat itu sedang melakukan sebuah permainan yang sangat melanggar norma-norma kesopanan. Tubuh Pak Utet rebahan di kursi sofa, sementara Citra duduk diatas selangkangannya. Pinggulnya dengan lincah bergerak maju mundur sambil kedua tangannya meremas-remas payudaranya yang menggelantung besar, mulutnya menceracau tak jelas sambil terus menjilati payudaranya yang besar.
Karena terlena melihat persetubuhan Citra dan Pak Utet, Pak Sule membuka pintu depan itu lebih lebar lagi. Namun tak dikira, ternyata pintu itu bersuara berisik sekali.
KKKRRRRIIIEEETTTT….
Mendengar suara pintu rumahnya terbuka makin lebar, Citra buru-buru menengok ke arah suara itu berasal. Setelah tahu jika ada seseorang yang sedang mengintip perselingkuhannya, buru-buru ia meloncat, mencabut tusukan penis Pak utet yang masih bersarang di vaginanya, lalu berlari kedalam kamar. Begitu pula dengan Pak Utet. Sadar jika tunggangannya berlari panik, ia juga ikut-ikutan lari tunggang langgang menyusul Citra kedalam kamar.
“Mampus aku Neeeeng… Yang punya kontrakan dateng…” bingung Pak Utet.
“Tenang pak…. Tenang… Mungkin Pak Sule tidak melihat kita…”
“Nggak mungkin Neng… Pasti bapak itu tadi melihat persetubuhan kita…. Bapak langsung pergi saja ya Neng… Khawatir bapak itu memanggil seluruh warga kampung…”
“Mbak…? Mbak Citra….? Permisi….” Suara panggilan Pak Sule dari arah ruang tamu, “Mbak… Saya masuk ya… Ada yang ingin saya omongkan…” ucap Pak Sule lagi.
Dan beberapa saat kemudian, sosok lelaki itu sudah berada di depan pintu kamarnya. Perlahan, jemari gempal Pak Sule menyibak horden.
Seketika, mata Pak Sule kembali melotot ketika melihat pemandangan yang nampak di dalam kamar tidur Citra. Wanita seksi itu, hanya berdiri kaku sambil termenung bingung menatap sosok tua yang sedang tergesa-gesa mengenakan pakaian didepannya. Seumur-umur, Pak Sule tak pernah melihat wanita dengan tubuh sesempurna Citra.
Untuk sesaat, mereka bertiga hanya bisa saling memandang satu dengan yang lain. Saling terkesima. Pak Sule terbelalak menyaksikan pemandangan Citra dan Pak Utet yang masih dalam keadaan telanjang, Pak utet masih kaget karena perselingkuhannya tertangkap basah, dan Citra hanya diam seribu bahasa karena tidak tau apa yang harus dilakukannya.
“HEH BANGSAT… SEDANG APA KAMU DISITU..” Teriak pak Sule lantang sambil menyerbu masuk kekamar Citra. Dengan satu gerakan, Pak Sule langsung membekuk Pak utet yang masih berusaha mengenakan pakaiannya. “KAMU SEDANG MEMPERKOSA ISTRI MARWAN YA…?”
“Memperkosa..?” Tanya Pak Utet bingung. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha melepas cengkraman tangan besar Pak Sule sambil terus memakai semua pakaiannya. “Enak aja… Saya nggak memperkosa.. Neng Citra yang ngajak ngentot…”
Kaget sekaget-kagetnya, Pak Sule sama sekali tak menyangka jika wanita secantik dan seanggun Citra, mau mengajak bercinta lelaki tua renta seperti Pak Utet. Seketika, Pak Sule merasa kalah. Namun karena gengsi untuk meminta maaf, Pak Sule tetap saja memelintir tangan lelaki tua itu.
“BANGSAT… NGGAK MUNGKIN… MBAK CITRA NGGAK MUNGKIN MINTA DITIDURIN OLEH LAKI-LAKI RENTA SEPERTIMU…. AYO… IKUT AKU KE KANTOR POLISI….”
“Jangan Pak… Jangan lapor ke kantor Polisi…” Tiba-tiba Citra mendekat dan menyentuh lengan tebalnya, ia seolah berusaha membebaskan Pak Utet dengan rayuannya. Luluh, Pak Sule lalu melepaskan cengkeraman tangannya. Setelah bebas, buru-buru Pak Utet melanjutkan memakai pakaiannya lagi.
“Waduh, nggak bisa Mbak… Saya tak bisa membiarkan rumah kontrakan saya dijadikan sebagai tempat mesum oleh lelaki tua ini…” Jawab Pak Sule dengan intonasi nada rendah.
Lagi-lagi, Citra menarik nafas panjang. ” Maafin Pak Utet Pak.. Memang saya kok yang mengajak dia meniduri saya…”
Kembali, pak Sule kaget. Ia benar-benar tak mengira jika wanita yang sedang bertelanjang bulat didepannya itu bakal senakal itu.
“Enggak Mbak. Saya tetap harus melaporkan kejadian ini.. Paling tidak, saya harus melaporkan kepada Pak RT atau Pak RW…”
“…. Waduh Neng… Gimana nih…?” tanya Pak Utet bingung, “Kita bakal diarak warga keliling kampung…”
“Sebentar-sebentar… Nama anda siapa pak…? Anda sepertinya bukan warga sekitar sini khan…?”
Tak menjawab, pak utet terus saja mengenakan semua pakaiannya dengan buru-buru.
“Heh… Pak tua… JAWAB PERTANYAANKU…” hardik Pak Sule sambil mendorong pak utet jatuh kearah kasur.
“Aku pulang saja ya Neng…” kata Pak Utet tak menggubris pertanyaan Pak Sule. Dengan batang penisnya yang masih berlumuran cairan vagina Citra, ia terus mengenakan pakaiannya. Dan setelah semuanya terpakai, dengan buru-buru Pak Utet pergi meninggalkan Citra. Dengan kecepatan super cepat, Pak Utet sudah bertengger di motor, siap-siap mengengkol mesin motor bututnya.
Merasa tak digubris, Pak Sule langsung naik pitam. Ia buru-buru menghambur keluar rumah dan menangkap Pak Utet yang hendak kabur. “HEH BANGSAT… SINI.. JANGAN KABUR….”
Tak ingin insiden ini semakin panas, Citra pun segera mengejar Pak Sule keluar rumah dan memeluk tubuh lelaki gemuk itu. Dengan tak mempedulikan tubuh telanjangnya, ia menarik tangan Pak Sule supaya melepas Pak Utet pergi.
“Pak… Jangan pak… Tolong biarin Pak Utet pergi….” Cegah Citra sambil memeluk tubuh pak Sule dari belakang.
“Tidak bisa Mbak… Saya tetap harus melaporkan lelaki BANGSAT ini ke pihak berwajib….”
Pak Sule heran dengan apa yang dilakukan Citra. Mengapa wanita cantik itu begitu ingin dirinya melepaskan lelaki tua ini.
“Pak jangan Pak…. ”
Tanpa mendengar teriakan Citra, Pak Sule terus saja mencekik leher pak Utet dan menyeret tubuh lelaki tua itu supaya turun dari motornya. Merasa usahanya sia-sia, Citra lalu melepaskan pelukannya lalu merentangkan tangannya lebar-lebar, mencegat kedua pria itu supaya tak bertengkar semakin panas.
“PAK Sule… TOLONG LEPASIN PAK UTET….” teriak Citra lantang.
“Minggir Mbak…”
“Aku mohon pak… Lepaskan Pak Utet…”
Citra sadar jika usahanya sama sekali tak membuahkan hasil. Ia juga sadar, jika Pak Sule tetap tak mau melepaskan selingkuhannya, keributan ini bakal menjadi lebih panjang, dan bisa menarik perhatian tetangga sekitarnya. Sehingga ujung-ujungnya, banyak orang yang tahu jika selama ini Citra sudah berbuat serong dengan lelaki lain.
Merasa tak ada jalan keluar, Citrapun akhirnya menggunakan jalan satu-satunya. “Jika bapak sudi melepaskan Pak Utet… Bapak boleh memilikiku jika bapak mau…”
Kalimat terakhir Citra sepertinya sangat ampuh meredam amarah Pak Sule.
“Ke… Kenapa Mbak…?” Tanya lelaki gemuk itu seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar tadi.
“Barusan… Mbak bilang apa…?”
“Pak Sule boleh memilikiku jika mau…”
Bak memenangkan undian togel, hati pak Sule mendadak berbunga-bunga. Sebuah senyuman terukir di wajah gelap Pak Sule. Lebar sekali, hingga ujung bibirnya bisa menyentuh telinga. “Mimpi apa ya aku semalam?Chika Rinta akhirnya menyerahkan dirinya padaku..”
“Kamu sadar khan mbak maksud dari perkataanmu barusan….?”
Tak menjawab, Citra hanya menganggukkan kepala. okewla.com
Perlahan, ia melepas cengkraman tangannya pada leher Pak Utet, membiarkan lelaki tua itu kembali pergi. Tak ingin mensia-siakan kesempatan ini, Pak Utet buru-buru menstater motornya, lalu kabur meninggalkan komplek rumah kontrakan Citra.
“Sudah mbak…. Aku sudah melepaskan lelaki bajingan itu… ” Kata pak Sule sambil terus-terusan mengembangkan senyum liciknya, “Lalu…. Sekarang gimana…?”
Masih dengan diam, Citra buru-buru membalikkan badannya, lalu melangkah masuk kedalam rumahnya, dengan wajah kusut. Tampak kebingunan di wajah cantiknya. Ujung kedua alisnya bertaut. Dan kerut didahinya benar-benar terlihat jelas. Wanita jelita itu benar-benar bingung. Ia tak menyangka jika perselingkuhannya dengan Pak Utet bisa ketahuan karena ketelodarannya.
Mendadak, terlintas di benak Citra semua akibat dari perselingkuhan yang terlah ia lakukan. Mas Marwan murka, dan langsung menceraikan dirinya. Nama baiknya rusak. Tak ada kepercayaan lagi oleh orang sekitar terhadap dirinya. Dikucilkan dari masyarakat.
Duduk di sofa ruang tamu, Citra hanya diam. Dewi keberuntungannya kali ini sama sekali tak bisa membantu masalahnya ini.
Melihat Citra yang sedang bingung, Pak Sule buru-buru mendekat kearah Citra. Ia lalu mengajak Citra pergi ke kamar tidurnya. Masih dalam kondisi bingung, Citra menuruti permintaan lelaki gemuk itu. Dan sesampainya di dalam kamar, Pak Sule segera menubruk tubuh ramping Citra. Ia memeluk tubuh wanita cantik itu erat-erat, sambil mulai mengecupi kening dan pipi mulusnya.
Seketika, Citra tahu apa yang sedang pak Sule mulai lakukan pada dirinya. Itu adalah konsekwensi dari kalimat terakhirnya. Iya, ia harus menyerahkan semua kehormatan dirinya kepada pemilik kontrakan bertubuh tambun ini.
“Kehormatan….?” tanya citra dalam hati, “Memangnya aku masih punya kehormatan…?”
“Setelah bersetubuh dengan Pak Utet, Seto, dan sekarang Pak Sule… Masih adakah kehormatan dari diriku yang masih tersisa…?”
Dalam menit-menit terakhir, akhirnya Citra menyerah. Setelah susah-susah berusaha mencari jalan keluar dari semua masalah yang menimpanya, mendadak Citra tersenyum.
“Tak apalah, jika aku harus melayani para lelaki-lelaki hidung belang itu… Karena paling tidak, aku tak harus pusing-pusing memikirkan beban ekonomi yang harus aku tanggung….”
Melihat wanita yang sedang dipeluknya mendadak senyum-senyum sendiri, Pak Sule kembali menatap raut wajah dan tubuh telanjang Citra dalam-dalam.
“Akhirnya aku bisa mendapatkan dirimu mbak…” Ucap Pak Sule sebelum akhirnya ia memeluk kembali tubuh jelita Citra lagi.
